Pendahuluan
Perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi atas ghazwah (gazwah) dan sariyah (sariyyah). Ghazwah adalah perang yang dipimpin oleh Nabi SAW, sedangkan sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Nabi SAW.
Perang Badar (17 Ramadan 2 H)
Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km
selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum
muslim Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan
oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan
oleh musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya
menghancurkan kaum muslim agar perniagaan dan sesembahan mereka
terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslim memenangkan pertempuran
dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam Perang Badar
adalah Utbah bin Rabi’ah, al-Walid dan Syaibah. Ketiganya tewas di
tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi Thalib. Ubaidah bin Haris dan
Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak muslim Ubaidah bin Haris
meninggal karena terluka.
Perang Uhud (Syakban 3 H)
Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang
Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga
timbul keinginan untuk membalas dendam kepada kaum muslim. Pasukan
Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid mendapat bantuan dari kabilah
Saqib, Tihamah, dan Kinanah. Nabi Muhammad SAW segera mengadakan
musyawarah untuk mencari strategi perang yang tepat dalam menghadapi
musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar Madinah. Akan tetapi,
Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300 orang Yahudi kembali pulang.
Dengan membawa 700 orang yang tersisa, Nabi SAW melanjutkan perjalanan
sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding yang
dimenangkan tentara Islam tetapi kemenangan tersebut digagalkan oleh
godaan harta, yakni prajurit Islam sibut memungut harta rampasan.
Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan keadaan ini dan menyerang balik
tentara Islam. Tentara Islam menjadi terjepit dan porak-poranda,
sedangkan Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy
kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira Nabi SAW terbunuh. Dalam
perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) meninggal
terbunuh.
Perang Khandaq (Syawal 5 H)
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota
Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab
(Perang Gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi
yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka bekerjasama melawan
Nabi SAW. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah
Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja’, Bani Sulaim,
Bani Sa’ad dan Ka’ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab,
membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum
muslim. Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum
muslim segera menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo
pasukan musuh. Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak
pengalaman tentang seluk beluk perang, mengusulkan untuk membangun
sistem pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di
perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukman musuh akan
terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata berhasil menghambat
pasukan musuh.
Perang Khaibar (7 H)
Lokasi perang ini adalah di daerah Khaibar.
Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi. Masyarakat
Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak Madinah melalui persekutuan
Quraisy atau Gatafan. Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad SAW
menyerang benteng pertahanan Yahudi di Khaibar. Pasukan muslim mengepung
dan memutuskan aliran air ke benteng Yahudi. Taktik itu ternyata
berhasil dan akhirnya pasukan muslim memenangkan pertempuran serta
menguasai daerah Khaibar. Pihak Yahudi meminta Nabi SAW untuk tidak
mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya, mereka berjanji tidak
lagi memusuhi Madinah dan menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.
Perang Mu’tah (8 H)
Perang ini terjadi karena Haris al-Ghassani
raja Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini disampaikan dengan cara
membunuh utusan Nabi SAW. Nabi SAW kemudian mengirimkan pasukan perang
di bawah pimpinan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mu’tah
karena terjadi di desa Mu’tah, bagian utara Semenanjung Arabia. Pihak
pasukan muslim mendapat kesulitan menghadapi pasukan al-Ghassani yang
dibantu pasukan Kekaisaran Romawi. Beberapa sahabat gugur dalam
pertempuran tersebut, antara lain Zaid bin Harisah sendiri. Akhirnya
Khalid bin Walid mengambil alih komando dan menarik pasukan muslim
kembali ke Madinah. Kemampuan Khalin bin Walid menarik pasukan muslimin
dari kepungan musuh membuat kagum masyarakat wilayah tersebut. Banyak
kabilah Nejd, Sulaim, Asyja’, Gatafan, Abs, Zubyan dan Fazara masuk
Islam karena melihat keberhasilan dakwah Islam.
Penaklukan Kota Mekah/Fath al-Makkah (8 H)
Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota
Mekah. Latar belakang peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy
bahwa kekuatan kaum muslim telah hancur akibat kalah perang di Mu’tah.
Kaum Quraisy beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak penting lagi,
maka mereka mengingkarinya dan menyerang Bani Khuza’ah yang berada
dibawa perlindungan kaum muslim. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan
pasukan muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan muslimin tidak
mendapat perlawanan yang berarti, kecuali dari kaum Quraisy yang
dipimpin Ikrimah dan Safwan. Berhala di kota Mekah dihancurkan dan
akhirnya banyak kaum Quraisy masuk Islam.
Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)
Perang Hunain berlangsung antara kaum muslim
melawan kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani
Nasr dan Bani Jusyam. Perang ini terjadi di Lembah Hunain, sekitar 70 km
dari Mekah. Perang Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy karena
peristiwa Fath al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh berhasil
mengacaubalaukan pasukan Islam sehingga banyak pasukan Islam yang gugur.
Nabi SAW kemudian menyemangati pasukannya dan memimpin langsung
peperangan. Pasukan muslim akhirnya dapat memenangkan pertempuran
tersebut.
Perang Ta’if (8 H)
Pasukan muslim mengejar sisa pasukan
Quraisy, yang melarikan diri dari Hunain, sampai di kota Ta’if. Pasukan
Quraisy bersembunyi dalam benteng kota yang kokoh sehingga pasukan
muslimin tidak dapat menembus benteng. Nabi Muhammad SAW mengubah taktik
perangnya dengan memblokade seluruh wilayah Ta’if. Pasukan muslimin
kemudian membakar ladang anggur yang merupakan sumber daya alam utama
penduduk Ta’if. Penduduk Ta’if pada akhirnya menyerah dan menyatakan
bergabung dengan pasukan Islam.
Perang Tabuk (9 H)
Lokasi perang ini adalah kota Tabuk,
perbatasan antara Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah). Adanya peristiwa
penaklukan kota Mekah membuat seluruh Semenanjung Arabia berada di
bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraklius,
penguasa Romawi Timur, menyusun pasukan besar untuk menyerang kaum
muslim. Pasukan muslimin kemudian menyiapkan diri dengan menghimpun
kekuatan yang besar karena pada masa itu banyak pahlawan Islam yang
menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi mundur
menarik diri setelah melihat besarnya jumlah pasukan Islam. Nabi SAW
tidak melakukan pengejaran tetapi berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW
membuat perjanjian dengan penduduk setempat sehingga daerah perbatasan
tersebut dapat dirangkul dalam barisan Islam.
Perang Widan (12 Rabiulawal 2 H)
Perang ini terjadi di Widan, sebuah desa
antara Mekah dan Madinah. Rasulullah SAW memimpin pasukan muslimin
menghadang kafilah Quraisy. Pertempuran fisik tidak terjadi karena
kafilah Quraisy lewat di daerah tersebut. Rasulullah SAW selanjutnya
mengadakan perjanjian kerjasama dengan Bani Damrah yang tinggal di rute
perdagangan kafilah Quraisy di Widan. Kesepakatan tersebut berisi
kesanggupan Bani Damrah untuk membantu kaum muslim apabila dibutuhkan.
Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1 H)
Perang ini merupakan sariyah pertama yang
terjadi dalam sejarah Islam. Sariyah ini berlangsung di dataran rendah
al-Bahr, tidak jauh dari kota Madinah. Perang ini melibatkan 30 orang
muslimin dan 300 orang Quraisy. Pasukan muslimin dipimpin Hamzah bin
Abdul Muthalib, sedangkan pasukan Quraisy dipimpin Abu Jahal bin Hisyam.
Perang ini tidak menimbulkan korban karena segera dilerai Majdi bin
Amr.
Sariyah Ubaidah bin Haris (Syawal 1 H)
Sariyah ini berlangsung di al-Abwa’, desa
antara Mekah dan Madinah. Kaum muslim berjumlah 80 orang, sedangkan kaum
Quraisy berjumlah sekiyat 200 orang. Kaum muslim (semuanya Muhajirin)
dipimpin Ubaidah bin Haris, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Abu Sa’ad
bin Abi Waqqas sempat melepaskan anak panahnya. Peristiwa tersebut
menandai lepasnya anak panah pertama dalam sejarah perang Islam.
Sariyah Abdullah bin Jahsy (Rajab 2 H)
Perang ini dipimpin Abdullah bin Jahsy,
sedangkan kaum Quraisy dipimpin Amr bin Hazrami. Perang ini terjadi di
Nakhlah, antara Ta’if dan Mekah. Kaum muslim berhasil membunuh Amr bin
Hazrami dan menahan dua orang Quraisy sebagai tawanan perang. Kaum
muslim juga memperoleh harta rampasan perang dan membawanya ke hadapan
Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW menyatakan bahwa beliau tidak pernah
menyuruh mereka berperang karena pada bulan Rajab diharamkan untuk
membunuh atau melakukan peperangan. Peristiwa tersebut kemudian
digunakan oleh kaum Quraist untuk memfitnah dengan mengatakan kaum
muslim melanggar bulan suci. Pada saat itu turun firman Allah SWT surah
al-Baqarah (2) ayat 217 yang menjelaskan tentang ketentuan berperang
pada bulan Haram (bulan Rajab)
Sariyah Qirdah (Jumadilakhir 3 H)
Sariyah Qirdah berlangsung di sumur Qirdah,
suatu tempat di Nejd (Arab Saudi). Kaum muslim berjumlah 100 orang
penunggang kuda, dipimpin oleh Zaid bin Harisah. Sariyah Qirdah
bertujuan untuk menghadang kafilah Quraisy dari Mekah. Perang ini
berhasil dimenangkan kaum muslim dengan menyita harta kaum Quraisy.
Harta tersebut kemudian dijadikan ganimah (harta rampasan perang), yang
merupakan ganimah pertama dalam sejarah perang Islam. Sebagian orang
musyrik yang tidak melarikan diri selanjutnya dibawa ke Madinah dan
akhirnya menyatakan diri masuk Islam.
Sariyah Bani Asad (4 H)
Sariyah ini berlangsung di Gunung Bani Asad,
di sebelah timur Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum muslim
untuk menghadang Bani Asad yang berencana untuk menyerang Madinah. Nabi
SAW menganjurkan agar pasukan muslim berjalan pada malam hari dengan
menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. Pasukan muslim yang
dipimpin Abu Salam al-Makhzum dan terdiri dari 150 orang berhasil
menyergap musuh. Mereka juga mendapatkan ganimah (harta rampasan perang)
dari pihak Bani Asad.
Sariyah Raji (Safar 4 H)
Sariyah ini berlangsung di Raji’, yakni
suatu daerah yang terletak di antara Mekah dan ‘Asfan dan melibatkan
pasukan muslimin melawan pasukan Bani Huzail. Perang ini
dilatarbelakangi oleh rencana pemimpin Bani Huzail, Khalid bin Sufyan
bin Nubaih al-Huzali,untuk menyerang Madinah. Nabi Muhammad SAW
memerintahkan Abdullah bin Unais meneliti kebenaran rencana tersebut.
Abdullah kemudian membunuh Khalid dan melaporkan kejadian itu kepada
Nabi Muhammad SAW. Bani Lihyan, cabang Bani Huzail merencanakan balas
dendam atas terbunuhnya Khalid. Mereka meminta agar Nabi Muhammad SAW
mengirimkan beberapa sahabat untuk memberi pelajaran agama Islam kepada
mereka.Nabi Muhammad SAW mengabulkan permintaan itu dan mengirimkan enam
orang sahabat beserta rombongan utusan Bani Lihyan. Keenam sahabat
disergap oleh pasukan Bani Huzail di Raji’. Para sahabat itu sempat
mengadakan perlawanan, namun tiga orang terbunuh dan tiga lainnya
ditawan oleh musuh. Tiga orang sahabat yang ditawan selanjutnya dibawah
ke kaum musyrikin Mekah dan akhirnya dibunuh.
Sariyah Biru Ma’unah (Safar 4 H)
Sariyah Bi’ru Ma’unah berlangsung di wilayah
timur Madinah antara kaum muslim dan Bani Amir. Nabi Muhammad SAW
mengutus Amir bin Malik (Abu Barra’), seorang pemimpin dari Bani Amir
yang sebelumnya menolak untuk memeluk agama Islam, beserta al-Munzir bin
Amar dari Bani Sa’idah untuk memimpin 40 orang tentara yang terdiri
dari para penghafal Al-Qur’an. Rombingan tersebut berjalan sampai di
Bi’ru Ma’unah, yakni suatu daerah antara Bani Amir dan Bani Salim.
Mereka mengirimkan surat kepada Amir bin Tufail, pemimpin Bani Amir,
melalui seorang anggota pasukan yang bernama Haram bin Malhan. Amir bin
Tufail membunuh Haram bin Malhan, sehingga memicu peperangan antara
kedua belah pihak. Kaum muslim mengalami kekalahan dalam sariyah ini
karena semua pasukan gugur, kecualil Ka’b bin Zaid al-Ansari. Rabi’ah,
anak Abu Barra’, membunuh Amir bin Tufail dengan sebilah tombak sebagai
balas dendam atas kematian ayahnya.
Sariyah Ijla’ Bani Nadir
Sariyah Ijla’ Bani Nazir merupakan sariyah
yang dilakukan sahabat Nabi SAW untuk mengusir Bani Nadir dari tempat
tinggal mereka.Latar belakang tindakan ini adalah niat Bani Nadir untuk
membunuh utusan Nabi Muhammad SAW. Utusan Nabi SAW tersebut ingin
menyelesaikan maslaah pembunuhan yang dilakukan Amr bin Umayyah, kabilah
Bani Amir dan sekutu Bani Nadir, terhadap dua orang muslimin. Tindakan
pengusiran ini semula tidak mendapat tanggapan dari Huyay bin Akhtab,
epmimpin Bani Nadir, tetapi karena diancam akan diserang oleh kaum
muslim akhirnya mereka mau pindah daerahnya. Nabi SAW memberi jaminan
keselamatan atas harta benda dan anak-anak mereka sampai keluar dari
Madinah. Sebagian dari Bani Nadir menetap di Khaibar dan di Syam
(Suriah).
Sariyah Zi al-Qissah
Sariyah berlangsung di Zi al-Qissah, sekitar
24 mil dari Madinah, antara kaum muslim dan Bani Sa’labah. Bani
Sa’labah berencana menyerang peternakan kaum muslim di Haifa’, suatu
tempat yang jauh dari Madinah. Setelah mengetahui rencana tersebutm
pasukan muslimin segera menyerang Bani Sa’labah dengan mengirim 10 orang
yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah. Pasukan pertama itu gagal
menjalankan tugas karena mereka dibunuh ketika beristirahat di pinggiran
desa. Muhammad bin Maslamah melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi
Muhammad SAW. Selanjutnya Nabi SAW mengirimkan pasukan kedua di bawah
pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah. Bani Sa’labah melarikan diri ketika Abu
Ubaidah sampai di tempat itu.
Sariyah Ka’b bin Umair al-Gifari (8 H)
Latar belakang sariyah ini adalah penolakan
kaum musyrikin di Zat Atlah, suatu tempat di Syam (Suriah),terhadap
ajakan beberapa utusan Nabi Muhammad SAW untuk memeluk agama Islam. Nabi
SAW mengirimkan 15 tentara untuk menyerang mereka. Pertempuran tersebut
berlangsung sengit, dan akhirnya semua pasukan muslim menjadi syuhada,
kecuali Ka’b bin Umair al-Gifari (pemimpin perang) yang dapat
menyelamatkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar