Siapa
pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara Monarki dan
Negara Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden dipertalikan dengan
negara republik[1] sedangkan raja dipertalikan dengan negara
kerajaan.[2] Duguit membedakan antara republik dan monarchie berdasarkan
bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala negara diangkat
berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk pemerintahan disebut
monarchie pelaksana kekuasaan negara disebut raja sedangkan jika kepala
negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu
maka negaranya disebut republik pelaksana kekuasaan negara disebut
Presiden.[3]
Jika
keberadaan Presiden berkaitan dengan bentuk Pemerintahan maka
kekuasaan Presiden dipengaruhi dengan sistim pemerintahan. Pada sistem
pemerintahan biasanya dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk
dan struktur organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai
fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif.
Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim
pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadang-kadang
disebut “kuasi Presidensil” atau “kuasi parlementer”.[4]
Sistem
pemerintahan parlementer terbentuk karena pergeseran sejarah hegemonia
kerajaan. Pergeseran tersebut seringkali dijelaskan kedalam tiga fase
peralihan, meskipun perubahan dari fase ke fase yang lain tidak selalu
tampak jelas. Pertama, pada mulanya pemerintahan dipimpin oleh seorang
raja yang bertanggung jawab atas seluruh sistem politik atau sistem
ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah majelis dengan anggota
yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis mengambil ahli tanggung
jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen maka raja
kehilangan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya.[5] Oleh sebab itu
keberadaan sistem parlementer tidaklah lepas dari perkembangan sejarah
negara kerajaan seperti Inggris, Belgia dan sewedia.
Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L Witman dan J.J Wuest, yakni:[6]
- It is based upon the diffusions of powers principle.
- There is mutual responsibility between the the executive and the legislature; hance the executive may dissolve the ligislature or he must resign together with the rest of the cabinet whent his policies or no longer accepted by the majority of the membership in the legislature.
- There is also mutual responsibility between the executive and the cabinet.
- The executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen by yhe titular head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the support of majority in the legislature.
Selain
itu Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem parlementer dapat
dikemukakan enam ciri, yaitu: (i) Kabinet dibentuk dan bertanggung
jawab kepada parlement. (ii) Kabinet dibentuk sebagai satu kesatuan
dengan tanggung jawab kolektif dibawah Perdana Menteri. (iii) Kabinet
mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode
bekerjanya berakhir. (iv) Setiap anggota kabinet adalah anggota
parlement yang terpilih. (v) Kepala pemerintahan (Perdana Menteri) tidak
dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah
seorang anggota parlement. (vi) Adanya pemisahan yang tegas antara
kepala negara dengan kepala pemerintahan.[7]
Berdasarkan
ciri-ciri sistem pemerintahan tersebut. Pada hakekatnya kedua pendapat
tersebut tidaklah berbeda, keduanya memiliki persamaan. Dalam
kaitannya dengan kedudukan Presiden berdasarkan apa yang dijabarkan
dalam ciri tersebut, kedudukan Presiden hanya ditemukan pada sistem
parlementer yang berbentuk negara republik. Menurut S.L Witman dan J.J
Wuest pada ciri yang keempat dan Jimly Asshiddiqie Pada ciri yang
keenam, kedudukan Presiden hanyalah sebagai kepala negara sedangkan
kepala pemerintahan diemban oleh Perdana Menteri.
Pada
sistem parlementer kedudukan Presiden hanya sebagai kepala negara
dimaksud bahwa Presiden hanya memiliki kedudukan simbolik sebagai
pemimpin yang mewakili segenap bangsa dan negara. Di beberapa negara,
kepala negara juga memiliki kedudukan seremonial tertentu seperti
pengukuhan, melantik dan mengambil sumpah Perdana Menteri beserta para
anggota kabinet, dan para pejabat tinggi lainnya, mengesahkan
undang-undang, mengangkat duta dan konsul, menerima duta besar dan
perwakilan negara-negara asing, memberikan grasi, amnesti, abolisi dan
rehalibitasi. Selain itu pada negara-negara yang menganut sistem multi
partai kepala negara dapat mempengaruhi pemilihan calon Perdana
Menteri.[8]
Sebagai
mana dijelaskan di atas pada sistem pemerintahan parlementer terdapat
pemisahan antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Hampir
seluruh negara yang menganut sistem ini dapat dipastikan seorang kepala
pemerintahan dipilih dari keanggotaan parlemen. Bagaimanakah cara
pengisian jabatan kepala negara pada sistem ini? Pada negara monarchi
dapat dipastikan kepala negaranya seorang raja menurut Duguit
berdasarkan keturunan. Sedangkan pada negara yang bebebentuk republik
dimana kepala negaranya diemban oleh Presiden pada setiap negara
memiliki mekanisme yang berbeda-beda dan Presiden memiliki masa jabata
yang telah ditentukan. Pengisian jabatan Presiden pada negara republik
pada sistem parlementer di sebagian negara diatur di dalam konstitusi
mereka. Beberapa negara memilih secara langsung Presiden mereka, dipilih
oleh parlement atau oleh suatu badan pemilihan.[10] Sedangkan untuk
masa jabatan Presiden sekitar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun.
Dalam
pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara fungsi kepala
negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan
oleh Presiden.[11] Presiden pada sistem Presidensil dipilih secara
langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki masa
jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.[12] Menurut von Mettenheim dan
Rockman sebagaimana dikutip Rod hague dan Martin Harrop sistem
Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :[13]
- popular elections of the Presiden who directs the goverenment and makes appointments to it.
- fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither or which can be brought down by the other (to forestall arbitrary use of powers).
- no overlaping in membership between the executive and the legislature.
Dalam
keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak
dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan legislatif (meskipun
terdapat kemungkinan untuk memecat seorang Presiden dengan proses
pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem parlementer memiliki
pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka pada sistem
Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang), para anggota
kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.
Menurut
Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan parlementer
pada pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah tidaknya kekuasaan
seremonial dan politik (fusion of ceremonial and political powers),
terpisah tidaknya personalia legislatif dan eksekutif (separation of
legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak kolektif
dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective responsibility),
dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (fixed
term of office).[14]
Bagan Sistem Perintahan Presidensil[15]
Sedangakan
untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak tersendiri yang juga
dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem pemerintahan campuran
dapat diartikan:
Semi-Presidenial
government combines an elected Presiden performing political tasks
with a prime minister who heads a cabinet accountable to parliament.
The prime minister, usually appointed by the Presiden, is responsible
for day-to-day domestic government (including relations with the
assembly) but the Presiden retains an oversight role, responsibility
for foreign affairs, and can usually take emergency powers.[16]
Didalamnya
ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri termasuk Perdana
Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat yang sama Perdana
Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam
sistem parlementer.[17] Perdana Menteri pada umumnya ditugaskan oleh
Presiden, adalah bertanggung jawab untuk pemerintah domestik sehari-hari
tetapi memiliki tanggung jawab untuk urusan luar negeri, dan dapat
pada umumnya mengambil kuasa-kuasa keadaan darurat.
Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni :[18]- The Presiden of the republic is elected by universal suffrage.
- He possesses quite considerable powers.
- He has opposite him, however, a prime minister and minister who possess executive and governmental powers and can stay in office only if the parliament does not show its oppositions to them.
Jadi
pada sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya sebagai
serimonial saja, tetapi turut serta didalam pengurusan pemerintahan,
adanya pembagian otoritas didalam eksekutif.
Bagan Sistem Perintahan campuran[19]
Sejarah
ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945
kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai
dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mengalami beberapa
perubahan sistem pemerintahan. Indonesia terus mencari suatu bentuk
yang ideal. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di
bawah Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistim pemerintahan “quasi
Presidensial”. Alasannya karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban
Presiden kepada MPR, sebagiman dikatakan lebih lanjut:[20]
Jadi
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945,
sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden adalah
eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden. Dilihat
dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga
negara lain – kepada siapa Presiden bertanggung jawab – maka sistem
pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebut “quasi
Presidensil”
Kekuasaan
Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan yang
dikatakan menganut sistim pemerintahan “quasi Presidensial” memiliki
tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala negara, sebagai kepala
pemerintahan dan sebagai mendataris MPR.
Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem pemerintahan Indonesia. Dengan
perubahan ini Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensil. Jika
pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan memiliki kelemahan
yakni cenderung sangat ‘executive hevy’ maka setelah perubahan hal ini
tidak terwujud lagi, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut
sistem pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas
pemerintah.[21]
Dalam
sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-Undang Dasar
1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip penting,
yaitu:[22]
(1)
Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara
kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar.
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan
karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan bertanggungjawab
langsung kepada rakyat yang memilih. (3) Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum apabila
Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan
konstitusi. (4) Para menteri adalah pembantu Presiden. (5) Untuk
membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem Presidensil
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas
pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima tahunan tidak
boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Kelima
ciri tersebut merupakan ciri sistem pemerintahan Presidensil yang dianut
oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan.
___________[1] Perkataan “republik” (republica, republic) telah dikenal sejak masa Yunani – kalsik dan rumawi. Buku yang ditulis Plato (Yunani), Cicero (Rumawi), keduanya berjuduk “Republik” (republica). Walaupun demikian, uraian Plato dan Cicero yang terangkum dalam Republic, tidak dkaitkandengan jabatan Presiden. Tulisan Plato dan Cocero justru mengenai kerajaan. Perkataan republik pada waktu itu belum berkaitan dengan bentuk negara, melainkan dengan fungsi negara dalam cara menjalankan pemerintahan. Republik yang berasal dari “res” dan “publica”, menunjuk kepada suatu pemerintahan yang dijankan oleh dan untuk kepentingan umum. Bagir Manan, “Jabatan KePresidenan Republik Indonesia” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (intergritas, konsistensi seorang sarjana hukum), editor. A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurtjahjo, (Jakarta: Pusata Studi HTN UI, 2000), hlm. 163.
[2] Menurut Hans Kelsen pembedaan antara monarki dengan republik terletak pelaksana kedaulatan “When the sovereign power of community belong to one individual, the government of the constitutions is said to be monarchic. When the powers belongs to several individual, the constitution is called republican. A republikan is an aristroceacy ar a democracy, depending upon whether the sovereign powers belongs to mayority of the people” Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hlm. 283.
[3] Moh Kusnadi dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN dan CV Sinar Bakti, 1983), hlm. 167.
[4] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah (telaah perbandingan konstitusi berbagai negara), Cet.1, (Jakarta: UI-PRESS, 1996), hlm. 59.
[5] Dauglas V. Verney, “Pemerintahan Parlementer dan Presidensil” dalam Sistem Sistem Pemerintah Parlementer dan Presidensial, Arend Lijphard saduran Ibrahim R, (Jakarta: Pt Garfindo Perkasa, 1995), hlm. 36.
[6] Shepherd L. Witman dan John J. Wuest, Comperative Government, (Newyersy: Littleffield, Adams & Co, 1963), hlm. 8-9; sebagaimana pula dikutip suwoto Mulyosudarmo dalam Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan (Kajian Teoritis dan Yuridis terhadap Pidato Nakwasara), (Jakarta: Pt. Garamedia, 1997), hlm. 21.
[7] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, Op. Cit., hlm. 67.
[8] Ibid., hlm. 76-81; Wewenang dan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara pada sistem parlementer diatur secara konstitusional Sebagai contoh: Algeria (Article 77) In addition to the powers bestowed, explicitly, upon him by other provisions of the Constitution the Presiden of the Republic has the following powers and prerogatives: he is the Supreme Chief of all the Armed Forces of the Republic; he decides and conducts the foreign policy of the Nation; he presides the Cabinet; he appoints the Head of Government and puts an end to his functions; he signs the Presidenial decrees; he has the right of pardon, remission or commutation of punishment; he can refer to the People through a referendum on any issue of national importance; he concludes and ratifies international treaties; he awards State medals, decorations and honorific titles. Italia (Article 87) The Presiden of the Republic is the head of the State and represents the unity of the Nation; The Presiden may send messages to Parliament; He shall call the elections of the two Chambers and fix the date of their first meeting; He shall authorize the submission to Parliament of bills proposed by the Government; He shall promulgate laws and issue decrees having the value of law, and government regulations; He shall call a referendum in such cases as are laid down by the Constitution; He shall appoint State officials in such cases as are laid down by the law; He shall accredit and receive diplomatic representatives; ratify international treaties, provided they are authorized by Parliament whenever such authorization is needed; The Presiden shall be the commander of the Armed forces.
[9] Rod hague dan Martin Harrop, Comperative Government and Politics an introduction, 5 ed, (New York: Palgrave, 2001), hlm. 240.
[10] Autria dan Irlandia pemilihan secara langsung (direct popular elections), Israel oleh parlemnet dan Germany, India dan Italia dipilih oleh suatu badan pemilihan. Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm. 242.
[11] Menurut pendapat Alan R. Ball salah satu ciri pemerintahan Presidensil adalah “The Presiden is both nominal and political head of State” Alan R. Ball, Modern Politic and Governmet, (New York: Macmillan Student Editiond, 1971), hlm. 24.
[12] Negara Amerika merupakan acuan bagi sistem Presidensil. Sistem pemisahan kekuasaan dan sistem check and balance menjadi konsekwesi terbentuknya sistem pemerintahan Presidensil. Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Op. Cit., hlm. 177.
[13] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 237.
[14] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, hlm. 82.
[15] Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm. 237.
[16] Ibid., hlm. 245.
[17] Sistem campuran ini dapat pula disebut hybrid system. Jika dipandang dari segi Presidensil maka dikenal dengan kuasi Presidensil sedangkan jika dipandang dari sistem parlementer maka dikenal dengan kuasi parlementer. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, Op. Cit., hlm. 89.
[18] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 245.
[19] Ibid.
[20] Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN U, 1983), hlm. 180; sebagaimana dikutip pula dalam A. Hamid S Attamimi, Op. Cit., hlm. 125-126; dapat dilihat pula menurut Muchyar Yara bahwa karena ciri-ciri sistem pemerintahan preidensil di dalam UUD 1945 terlihat lebih dominan dibandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, maka tepatnya sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 disebut sebagai, “Sistem pemerintahan Quasi Presidensil”.
Source : wintaziexdotblogspotdotcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar