Kamis, 11 Oktober 2012

In Memoriam Gesang: Ada Lagu Pamit

In Memoriam Gesang: Ada Lagu Pamit
Gesang Martohartono, itu nama panjangnya. Orang mengenalnya cukup dengan nama depannya, Gesang. Khususnya pecandu musik keroncong di dunia, terutama Asia, nama ini cukup disegani, hanya dengan sebuah karyanya, Bengawan Solo, yang sudah diterjemahkan ke 13 bahasa antara lain Inggris, Jepang dan Cina.
Ketika para seniman musik giat-giatnya menjaring hak para pencipta atas karya-karya mereka, adalah Rinto Harahap dan kawan-kawan dari sebuah lembaga bernama Karya Cipta Indonesia (KCI), di akhir 80-an, berhasil memboyong Yen (mata uang Negara Jepang) sebagai hak Gesang atas lagu Bengawan Solo, yang ternyata begitu digemari orang-orang Jepang.
Terlahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917, kehidupan pribadi Gesang sendiri tak begitu berwarna. Tahun 1962, dia harus berpisah dari istrinya, dan sejak itu, Gesang yang tak mempunyai keturunan memutuskan hidup sendiri.
Sekitar 20 tahun ia tinggal di sebuah rumah di Perumnas Palur pemberian Walikota Surakarta tahun 1984 selama 20 tahun. Kemudian dia memutuskan tinggal bersama keponakan dan keluarga mereka di di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo.
Di penghujung usianya, dia menikmatinya dengan memelihara ikan di kolam kecil di rumahnya, dan setiap hari dia memberi makan ikan-ikan itu, selain memelihara burung-burung tentunya.
Gesang adalah fenomena di dunia musik keroncong. Pada awalnya, Gesang memulainya sebagai penyanyi keroncong. Pada tahun 1940, dia mencipta lagu Bengaan Solo, yang konon diciptakannya dalam kurun waktu 6 bulan (waktu yang cukup panjang untuk mencipta sebuah lagu). ‘’Kalau disamakan dengan dunia melukis, lagu saya adalah realis,’’ kata Gesang satu saat. Dia mendalami sebuah kenyataan yang ada di depan mata, mengolahnya menjadi nada-nada, dan dituang dalam kata-kata yang mudah dicerna.
Bengawan Solo yang membawa namanya melambung ke mana-mana, tapi masih banyak sesungguhnya ciptaan-ciptaan dia yang lain, yang terkenal di tempat-tempat tertentu, seperti Keroncong Roda Dunia, Sapu Tangan, Jembatan Merah, dan masih banyak lagi.
Atas kebesaran namanya, tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di sekitar Bengawan Solo. Yayasan Gesang yang dikelola keluarga sendiri dikabarkan bertujuan utama melestarikan musik keroncong di Indoneia.
Sang maestro, setelah dirawat beberapa hari di ICU RS Muhammadiyah, Surakarta, pada tanggal 20 malam (18.10 WIB) menghembuskan nafas terakhirnya. Dimakamkan di pemakaman keluarga di Solo dengan upacara kemiliteran.
Lagu Pamit, jadi tertarik untuk disimak, seperti kata-kata terakhir menjelang dia pergi:
Izinkan aku pergi
Apalagi yang engkau tangisi/ Semogalah penggantiku
Dapat lebih mengerti hatimu/ Memang berat kurasa
Meninggalkan kasih yang kucinta/ Namun bagaimana lagi
Semuanya harus kujalani/ Selamat tinggal kudoakan kau slalu bahagia
Hanya pesanku/ Jangan lupa kirimkan kabarmu…… (hmb)
http://nbcgeonair.blogspot.com sumber : http://kasakusuk.com
Bagikan ke :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Twitter fb share