Pengertian Weda
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan
ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi.
Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang
mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda
adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya
mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha
sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda
dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang
diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga
disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian
yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh
diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta
dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang
berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam
mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam
Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis
penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi
Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi
Wararuci.
Pembagian dan Isi Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan
oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu
banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar
yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk
menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang
telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun
temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional
ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok
Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku
pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti,
keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan
kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah
kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian
barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang
menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta
akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).
Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah
dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti
agar sempurnalah dalam dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama
ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan
diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:
SRUTI
Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi
Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang
diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat
kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau
Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda
tersebut adalah:
Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.
Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua.
Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan
seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping
menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu.
Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
Sama Weda Samhita.
Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-
lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
Yajur Weda Samhita.
Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg.
Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan
mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur
Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi
Waisampayana.
Atharwa Weda Samhita
Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa
Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah
doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu
Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.
Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat
diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan
ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah
Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.
Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah
penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara.
Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan
Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan
Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan
mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang
hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta
dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha
sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.
SMERTI
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini
didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi.
Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni
kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1). Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta
rendah tekanan suara.
(2). Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta
menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa
bantuan pengertian dan bahasa yang benar
(3). Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu.
Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan
Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang
mudah diingat.
(4). Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
(5). Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang
diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata
surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam
pelaksanaan yadnya.
(6). Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis
isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang
Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara
melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan
upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai
peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah
tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang
peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat
peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura,
Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur
Kelompok Upaweda:
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok
Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
(1). Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata.
Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam
tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun
ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara
Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian
yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat
populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin
ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh
maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan
menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari
arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya
kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang
memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu.
Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa ,Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa,
Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa,
Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab
Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna
tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.
(2). Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan
bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa
dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-
pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat
pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-
doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara
keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke
tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat
pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai
madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana,
Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana,
Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana,
Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
(3) Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran
ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma
atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini
adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal
di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan
Parasara dan Rsi Canakya.
(4) Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai
sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh
karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda
meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya,
Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-
obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu
toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi
Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan,
Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan
embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan
Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan
Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok
ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam
pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.
(5) Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku
penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi
Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-
lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak
buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-
kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-
kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta.
Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan
mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan
betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam
ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap
satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan
dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.
BAHASA WEDA
Bahasa Sanskerta Weda atau disingkat sebagai bahasa Weda adalah bahasa yang dipergunakan di dalam kitab suci Weda, teks-teks suci awal dari India. Teks Weda yang paling awal yaitu Ṛgweda, diperkirakan ditulis pada milennium ke-2 SM, dan penggunaan bahasa Weda dilaksanakan sampai kurang lebih tahun 500 SM, ketika bahasa Sanskerta Klasik yang dikodifikasikan Panini mulai muncul.
Bentuk Weda dari bahasa Sanskerta adalah sebuah turunan dekat bahasa Proto-Indo-Iran, dan masih lumayan mirip (dengan selisih kurang lebih 1.500 tahun) dari bahasa Proto-Indo-Europa, bentuk bahasa yang direkonstruksi dari semua bahasa Indo-Eropa. Bahasa Weda adalah bahasa tertua yang masih diketemukan dari cabang bahasa Indo-Iran dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini masih sangat dekat dengan bahasa Avesta, bahasa suci agama Zoroastrianisme. Kekerabatan antara bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa yang lebih mutakhir dari Eropa seperti bahasa Yunani, bahasa Latin dan bahasa Inggris bisa dilihat dalam kata-kata berikut: Ing. mother /Skt. मतृ matṛ or Ing. father /Skt. पितृ pitṛ.
Sebuah persamaan menarik lain bisa diketemukan dari kata Sanskerta dan Persia berikut sthaan dan staan yang artinya adalah “tanah” atau “negara” (berkerabat dengan kata Inggris to stand yang artinya "berdiri").
SEJARAH
Lima tahap berbeda bisa dibedakan dalam perkembangan bahasa Weda.
- Rgweda. Kitab Rgweda mengandung paling banyak bentuk arkhais dari semua teks-teks Weda dan masih pula banyak mengandung unsur-unsur bersama bahasa Indo-Iran baik dalam bentuk bahasa maupun isi teks, yang tidak diketemukan dalam teks-teks Weda lainnya. Kecuali beberapa bagiannya, (buku ke-1 sampai ke-10), diperkirakan kitab Rgweda sudah selesai ditulis pada tahun 1500 SM.
- Bahasa Mantra. Periode ini mencakup baik mantra maupun bahasa prosa dalam kitab Atharwaweda (Paippalada dan Shaunakiya), Rgweda Khilani, Samaweda Samhita (yang mengandung kurang lebih 75 mantra yang tidak ada dalam kitab Rgweda), dan mantra-mantra Yajurweda. Teks-teks ini sebagian besar diambil dari Rgweda, namun sudah banyak berubah, baik dari segi linguistik maupun tafsirnya. Beberapa perubahan penting termasuk berubahnya kata wiṣwa "semua" menjadi sarwa, dan meluasnya bentuk dasar verba kuru- (dalam kitab Rgweda tertulis krno-). Masa ini bertepatan dengan munculnya awal Zaman Besi di barat laut India (besi pertama kali disebut dalam kitab Atharwaweda), dan munculnya kerajaan Kuru, kurang lebih pada abad ke-12 SM.
- Teks prosa Samhita. Periode ini memiliki ciri khas munculnya pengkoleksian dan kodifikasi kanon Weda. Sebuah perubahan linguistik penting ialah menghilangnya injunktivus nd dalam modus-modus aoristus. Bahagian komentar Yajurweda (MS, KS) termasuk pada periode ini.
- Teks prosa Brahmana. Teks-teks Brahmanas sendiri dari Catur Weda termasuk periode ini, begitu pula Upanishad yang tertua (BAU, ChU, JUB).
- Bahasa Sutra. Ini adalah tahap terakhir bahasa Sanskerta Weda sampai kira-kira tahun 500 SM, mengandung sebagian besar Śrauta dan Grhya Sutra, dan beberapa Upanishad (misalkan KathU, MaitrU. Beberapa kitab Upanishad yang lebih mutakhir termasuk masa pasca-Weda).
TATA BAHASA
Bahasa Weda memiliki sebuah bunyi frikatif labial [f], yang disebut upadhmaniya, dan sebuah frikatif velar [x], yang disebut jihwamuliya. Kedua-duanya merupaka alofon daripada wisarga: upadhmaniya muncul sebelum p dan ph, jihwamuliya sebelum k dan kh. Bahasa Weda juga memiliki huruf khusus ळ (aksara Devanagari) untuk l retrofleks, sebuah alofon antara vokal ḍ, yang biasa dialihaksarakan sebagai ḷ atau ḷh. Dalam membedakan l vokalik daripada l retrofleks, l vokalik kadangkala dialihaksarakan dengan menggunakan tanda diakritis berbentuk lingkaran di bawah huruf, l̥; apabila hal ini dilaksanakan, r vokalik juga digambarkan dengan sebuah lingkaran, r̥, demi asas konsistensi.
Bahasa Weda merupakan bahasa yang memiliki pitch accent (Indonesia ?). Karena sejumlah kecil kata-kata menurut pelafazan Weda mengandung apa yang disebut swarita mandiri pada sebuah vokal pendek, maka bisa dikatakan bahwa bahasa Weda “mutakhir” adalah sebuah bahasa nada secara marginal. Namun harap diperhatikan bahwa pada versi-versi Rgweda yang telah direkonstruksi secara metrik, hampir semua sukukata yang mengandung swarita harus dikembalikan kepada sebuah sekuensi dua sukukata di mana yang pertama mengandung sebuah anuswāra dan yang kedua mengandung apa yang disebut swarita bebas. Jadi bahasa Weda awal bukanlah sebuah bahasa nada melainkan sebuah bahasa yang menggunakan pitch accent.
Selain itu bahasa Weda memiliki bentuk subjunktivus, yang tidak disebut dalam tatabahasa Panini dan pada umumnya dianggap telah hilang pada saat itu, paling tidak pada konstruksi kalimat umum.
Dasar i-panjang membedakan infleksi Dewi dan infleksi Wrkis, sebuah pembedaan yang sudah hilang pada bahasa Sansekerta Klasik.
Sumber : Scrib & Wikipedia INdonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar